Terlihat Indah
Hidup itu…
sering kali tidak seindah apa yang kita lihat di media sosial, di film, atau di
acara TV.
Di layar kaca, semuanya tampak rapi dan indah.
Masalah selalu punya solusi yang datang tepat waktu.
Cinta yang retak selalu kembali utuh di akhir cerita.
Kesuksesan hadir lewat perjalanan singkat yang dibungkus dengan montase musik
dramatis.
Tapi… itu semua
hanya potongan gambar yang sudah dipilih.
Itu semua hanyalah versi “terbaik” dari kehidupan yang disajikan untuk
menghibur.
Di dunia nyata,
tidak ada sutradara yang mengatur segalanya berjalan sesuai rencana.
Tidak ada skrip yang memastikan semua konflik akan terselesaikan dengan manis.
Tidak ada background music yang mengiringi langkahmu di saat kamu sedang jatuh,
lelah, atau kehilangan arah.
Dan yang paling
pahit…
tidak ada jaminan bahwa akhir dari ceritamu akan selalu bahagia.
Kadang, saking
inginnya punya hidup yang indah seperti yang kita lihat di layar, kita
memaksakan sesuatu yang sebenarnya tidak perlu kita paksakan.
Kita memaksakan diri bekerja lebih keras dari batas kemampuan, bukan karena
kita ingin berkembang, tapi karena kita takut terlihat tertinggal.
Kita memaksakan diri untuk tersenyum di depan orang, padahal hati kita sedang
runtuh.
Kita memaksakan standar yang bukan milik kita, demi bisa merasa “layak” di mata
orang lain.
Dan tanpa sadar…
kita mulai kehilangan jati diri kita.
Padahal,
kebenarannya sederhana.
Biarin orang lain bahagia dengan pencapaiannya.
Biarin mereka memamerkan apa
yang mereka punya, merayakan keberhasilan mereka.
Kalau ada yang mencaci, meremehkan, atau bahkan mencoba menjatuhkanmu—biarkan
saja.
Tidak semua orang pantas
mendapat jawaban.
Tidak semua orang pantas mendapat pembuktian langsung.
Yang harus kamu
lakukan adalah berbenah.
Bertumbuh dalam diam.
Mengembangkan potensi dirimu tanpa harus memamerkan setiap langkah ke dunia.
Karena validasi
kesuksesanmu…
tidak pernah datang dari jumlah “like” di media sosial.
Tidak pernah datang dari komentar orang lain.
Ia hanya datang dari hatimu sendiri—ketika kamu tahu bahwa kamu sudah berjuang
sekuat tenaga, dengan cara yang benar, tanpa kehilangan dirimu sendiri.
Kalau kamu mulai
percaya bahwa kebahagiaan harus seperti yang ada di film atau TV, kamu akan
hancur saat menyadari kenyataan.
Karena dunia nyata penuh dengan retakan, penuh dengan hari-hari yang
melelahkan, penuh dengan rasa sakit yang tidak akan selesai hanya dalam satu
adegan.
Tapi justru di
situlah letak keindahannya.
Retakan itu yang membuat kita belajar.
Rasa sakit itu yang mengajarkan kita untuk menghargai tawa.
Kegagalan itu yang menuntun kita menemukan cara untuk bangkit.
Bahagia itu…
bukan soal hidup yang sempurna.
Bahagia adalah saat kamu bisa
menerima kekuranganmu, menghargai prosesmu, dan tetap berjalan meski jalannya
berat.
Bahagia adalah saat kamu bisa bangun di pagi hari dan berkata,
"Aku mungkin belum sampai tujuan… tapi aku sudah jauh dari titik
awalku."
Hidup bukan
tentang terlihat indah di mata orang lain.
Hidup adalah tentang damai di hati, meski tidak semua orang mengerti.
Karena pada akhirnya, yang menjalani perjalanan ini adalah dirimu, bukan
mereka.
Jadi… berhenti
memaksakan hidupmu terlihat seperti milik orang lain.
Hiduplah dengan versimu sendiri.
Bangun kebahagiaanmu sendiri.
Dan biarkan waktulah yang membisikkan pada dunia, siapa dirimu sebenarnya.
Comments
Post a Comment