Self Reliance
“Mau makan apa kita sekarang?”
Lo tipikal orang yang bisa jawab pertanyaan kayak gitu dengan gampang,
atau justru sering banget bingung? Coba deh jujur sama diri lo sendiri, apakah
lo bisa bikin keputusan kecil tanpa mikir lama, atau lo selalu butuh bantuan
orang lain buat nentuin sesuatu?
Kalau dipikir-pikir, pertanyaan sederhana kayak gitu
sebenarnya ngasih gambaran tentang diri kita. Tentang seberapa kenal kita sama
diri sendiri. Soalnya, ada banyak orang yang hidupnya lebih sering dituntun
oleh orang lain atau oleh tren yang lagi rame. Bukan karena mereka nggak bisa
milih, tapi karena mereka nggak yakin sama apa yang sebenarnya mereka mau.
Dan itu jadi bahaya kecil yang kadang nggak kelihatan. Lo sibuk ngejar tren, sibuk ngikutin
pilihan orang lain, sampai lupa sama satu hal penting: selera lo sendiri. Siapa
lo sebenarnya. Lo nggak lagi jalanin hidup dengan kemudi di tangan lo, tapi lo
duduk di kursi penumpang, nunggu orang lain yang setirin.
Padahal, self
reliance atau ketergantungan pada diri sendiri itu bukan cuma soal bisa
hidup sendirian. Tapi soal bisa berdiri di atas keputusan lo sendiri, meski itu
keputusan kecil kayak mau makan apa malam ini, sampai keputusan besar kayak
milih jalan hidup lo sendiri.
Lo nggak
harus selalu bener. Yang penting, lo belajar kenal diri lo. Lo tahu apa yang
bikin lo bahagia, apa yang bikin lo semangat, dan lo berani bertanggung jawab
sama pilihan itu. Karena kalau lo terus-terusan hidup dari arahan luar, kapan
lo bisa beneran hidup dengan arah lo sendiri?
Jadi, apa sih self reliance itu?
Oke, gini. Kita tuh hidup di zaman yang penuh banget sama
stimulus dari luar. Dari orang tua, atasan, teman, pasangan, tetangga, om,
tante, seleb, youtuber, bahkan miliaran manusia lain yang entah siapa. Setiap
hari ada aja suara-suara yang nyerbu kita, mulai dari ekspektasi, opini, sampai
standar hidup versi mereka.
Saking banyaknya,
sering banget kita lupa sama opini kita sendiri. Nilai yang sebenarnya kita
pegang itu apa sih? Kita mau jadi apa sih, sebenernya? Atau jangan-jangan,
tanpa sadar kita udah nyerah. Kita biarin hidup kita berjalan sesuai ekspektasi
orang lain, dengan harapan ada balasan berupa label positif, pujian, atau
sekadar validasi.
Masalahnya, kalau
lo jalanin hidup kayak gitu, energi lo habis bukan buat tumbuh, tapi buat
ngejar validasi. Lo
sibuk memenuhi standar orang lain sampai lupa menumbuhkan standar lo sendiri.
Dan jujur aja, capek kan hidup gitu?
Nah, di
situlah self reliance jadi penting. Self reliance bukan berarti
lo jadi egois atau nggak butuh orang lain. Tapi artinya lo sadar: arah hidup lo
harus dikemudiin sama diri lo sendiri. Lo boleh dengerin opini orang lain, tapi
keputusan terakhir harus tetep datang dari lo.
Self reliance itu ketika lo percaya sama intuisi
lo, sama penilaian lo, sama jalan yang lo pilih, meski nggak selalu disetujui
orang lain. Itu soal punya kompas batin sendiri di tengah bisingnya dunia. Dan
begitu lo punya itu, hidup lo jadi lebih ringan, karena lo nggak lagi hidup
buat ngejar validasi, tapi buat ngejar arti.
Ada satu
fase dalam hidup di mana kita akhirnya sadar… bahwa tidak ada yang bisa
benar-benar kita andalkan selain diri kita sendiri. Teman bisa datang dan pergi, keluarga kadang
mengerti, kadang juga tidak. Dunia berjalan dengan ritme yang tak peduli apakah
kita siap atau belum.
Self reliance bukan berarti menolak bantuan. Bukan
pula menutup diri dari orang lain. Tapi lebih pada keberanian untuk berdiri
tegak di atas kaki sendiri, dengan keyakinan bahwa “aku mampu” meski tanpa
tepukan bahu atau pendorong dari luar.
Ada saat-saat
ketika kita harus belajar membuat keputusan tanpa validasi siapa pun. Saat di
mana kita harus belajar menanggung konsekuensi tanpa menyalahkan keadaan.
Itulah momen ketika kita benar-benar bertumbuh.
Mandiri bukan
berarti keras kepala. Justru, mandiri adalah tentang mengenali diri sendiri, kelebihan,
kelemahan, dan cara mengolahnya menjadi kekuatan. Tentang melatih hati agar
tidak goyah hanya karena omongan orang. Tentang melatih pikiran agar bisa
mencari solusi, bukan sekadar meratap pada masalah.
Karena pada
akhirnya, dunia hanya menaruh hormat pada orang-orang yang bisa berdiri
sendiri. Bukan pada mereka yang selalu menunggu uluran tangan orang lain. Dan
ketika kita bisa benar-benar bersandar pada diri sendiri, maka setiap bantuan
dari luar tidak lagi menjadi ketergantungan, tapi bonus yang membuat perjalanan
ini lebih indah.
Self reliance pada akhirnya bisa diartikan sederhana:
keyakinan bahwa apa yang ada di dalam diri lo… itu udah cukup banget buat lo
jalanin hidup yang bahagia dan bermakna.
Lo nggak
perlu validasi orang lain biar ngerasa berharga. Lo nggak perlu tepuk tangan,
nggak perlu label, nggak perlu orang lain bilang “kamu oke” supaya lo bisa
percaya diri. Karena kebenarannya, lo udah cukup. Dari awal.
Masalahnya,
sering kali kita lupa. Kita sibuk ngejar pengakuan dari luar, sibuk
ngebandingin diri sama standar orang lain, sampai lupa bahwa kebahagiaan sejati
tuh nggak pernah datang dari luar. Kebahagiaan datang saat kita bisa nerima diri sendiri, percaya sama diri
sendiri, dan jalanin hidup sesuai versi terbaik kita.
Self reliance bukan tentang menutup diri dari orang
lain, tapi tentang punya keyakinan kuat kalau diri lo, dengan segala kelebihan,
kekurangan, dan luka yang pernah lo bawa—itu udah cukup untuk bikin lo bahagia.
Dan kalau ada tambahan
dari luar? Itu bonus.
Lo cukup.
Lo selalu cukup.
Kenapa sih
kalau lo bisa terapin self reliance, hidup lo bakal jadi lebih santai,
bahagia, dan bermakna?
Salah
satunya karena self reliance bikin lo nggak lagi tergantung sama orang
lain dalam nyelesain masalah atau bikin keputusan. Faktanya, nggak
setiap saat orang lain bisa selalu ada buat bantuin lo. Jadi, cepat atau
lambat, lo memang harus belajar berdiri sendiri.
Inget deh: satu-satunya orang yang bener-bener ada di hidup
lo 24 jam sehari sejak lo lahir sampai lo tua nanti… itu cuma diri lo sendiri.
Bukan orang tua, bukan pasangan, bukan sahabat. Hanya lo.
Makanya, ketika lo mandiri dalam ngambil keputusan, lo juga
mandiri dalam hal lain: milih solusi, nentuin tindakan apa yang mau diambil,
ngejalanin tindakan itu, sampai evaluasi apakah pilihan lo tepat atau nggak.
Dan di situlah kuncinya. Pengambil keputusan yang efektif
akan bikin hidup lebih ringan dan memuaskan. Sebaliknya, kalau lo selalu
nyerahin keputusan ke orang lain, hidup lo bakal kerasa lebih berat.
Coba bayangin, persoalan sepele kayak “mau makan siang apa”
aja kalau lo masih harus nanya ke orang lain, itu udah nunjukin betapa lo nggak
percaya sama diri lo sendiri. Padahal kadang, sesederhana lo milih aja dan
jalanin. Karena keputusan kecil itu yang nantinya melatih lo buat berani sama
keputusan-keputusan besar dalam hidup.
Selanjutnya,
kalau lo punya self reliance, lo jadi bisa bener-bener ngejar mimpi lo
sendiri.
Kenapa?
Karena sering kali, kalau ditanya “mimpi lo apa buat diri lo sendiri?”, banyak
orang malah bingung jawabnya. Yang mereka tahu justru mimpi orang lain yang
lagi coba mereka wujudkan. Mimpi buat nyenengin orang tua, mimpi biar bisa
dapet pengakuan pasangan, atau sekadar mimpi yang katanya keren di mata orang
lain.
Padahal,
pernah nggak lo berhenti sejenak dan tanya: gue sendiri sebenernya mau apa
sih? Apa mimpi yang
bener-bener lahir dari dalam diri gue, bukan dari ekspektasi luar?
Nah, kalau
lo mutusin mimpi lo aja susah, pertanyaannya: lo sebenarnya lagi ngejar apa?
Karena kalau lo nggak tahu mau jadi apa, lo nggak akan bisa beneran ngejar
apa-apa.
Self reliance penting banget di sini. Karena proses ngejar mimpi selalu dimulai dari
satu hal: berani milih. Milih mimpi apa yang lo kejar. Milih arah mana yang lo
tuju. Dan semua itu nggak akan bisa jalan kalau lo masih terus-terusan nyari
validasi, masih ragu sama diri sendiri, atau masih sibuk hidup di bawah
bayangan orang lain.
Kemudian, dengan kemandirian lo jadi bisa ngerasain damai.
Kenapa? Karena rasa damai itu biasanya hadir kalau lo merasa
hidup lo udah selaras sama prinsip yang lo yakini baik buat diri lo sendiri.
Setiap orang pasti punya prinsip, entah itu soal kerja keras, soal kejujuran,
soal kebebasan, atau hal-hal kecil yang bikin hidup lebih bermakna.
Nah, coba
tanya ke diri lo: prinsip apa sih yang sebenarnya lo pegang? Apa nilai yang
bikin lo ngerasa “ini gue banget”?
Kalau lo
hidup ngikutin cara hidup orang lain, jangan lupa: orang itu ada banyak, dan
masing-masing punya standar yang berbeda-beda. Lo nggak akan pernah bisa
memenuhi semuanya. Hari ini orang minta lo A, besok orang lain minta lo Z.
Kalau lo terus-terusan ngikutin, kapan lo punya ruang buat hidup sesuai prinsip
lo sendiri?
Self reliance ngajarin lo buat berani percaya
sama nilai yang lo pegang, meski nggak selalu populer atau disetujui orang
lain. Dan di situlah rasa damai muncul, bukan karena hidup lo mulus, tapi
karena lo tahu lo udah jalanin hidup dengan arah yang bener-bener lo pilih
sendiri.
Terus,
gimana caranya mulai punya self reliance?
Sederhana: mulai dari hal-hal kecil.
Langkah
pertama, coba sadari dulu… dalam hal apa aja biasanya lo masih sering
tergantung sama orang lain? Refleksikan hidup lo sebentar. Catet, hal apa sih
yang selama ini bikin lo nggak bisa mutusin sendiri?
Lo nggak
harus langsung berubah 100% dalam semalam. Mulai aja dari yang paling remeh.
Misalnya: “mau makan siang apa”, atau “pagi ini mau pakai baju warna apa”.
Kedengarannya sepele, tapi di situlah lo mulai belajar bikin keputusan sendiri,
tanpa harus nanya ke orang lain atau mikir terlalu lama di depan cermin.
Lakuin itu
terus. Lama-lama, lo bakal terbiasa. Dari hal-hal kecil, pelan-pelan lo naik
level ke keputusan yang lebih penting. Dan ketika udah terbiasa, lo akan sadar
kalau ternyata lo mampu bikin pilihan buat diri lo sendiri, tanpa harus
tergantung sama validasi orang lain.
Inget, nggak usah
buru-buru. Lo nggak perlu pasang target besok langsung jadi orang yang super
independen. Pelan-pelan aja.
Karena kemandirian itu bukan soal kecepatan, tapi soal konsistensi lo buat
percaya sama diri lo sendiri.
Kemudian, jangan
lupa sama kelebihan diri lo sendiri.
Coba deh, bisa
nggak lo sebutin lima hal yang jadi kelebihan lo, selain “gue orangnya
baik”?
Iya, gue tahu kok lo orangnya baik. Udah banyak orang juga yang bilang begitu.
Tapi di luar “baik”, apa lagi?
Kenyataannya,
banyak orang yang terlalu sibuk nyari validasi dari luar, sampai akhirnya
gampang banget ngeliat kekurangan diri sendiri, tapi susah banget buat nyebutin
kelebihannya. Begitu disuruh nyebutin, malah bingung. Padahal, kalau
kekurangan, bisa panjang banget daftarnya. Akhirnya, lo sendiri yang ngerasa
jelek, ngerasa kurang, padahal nggak gitu.
Lo mungkin nggak
sadar, tapi bisa jadi lo punya kelebihan yang nggak dimiliki orang lain. Bisa
aja lo orang yang pemberani. Atau punya rasa penasaran tinggi. Atau fleksibel,
gampang beradaptasi. Atau mungkin lo ulet, gigih, sabar, atau punya empati yang
dalem banget.
Hal-hal itu
penting banget buat lo sadari. Karena self reliance nggak cuma soal bikin keputusan, tapi juga
soal percaya sama potensi lo sendiri. Kalau lo nggak kenal sama kekuatan lo, lo bakal gampang goyah, gampang
minder, gampang ngikutin orang lain. Tapi begitu lo sadar sama kelebihan lo,
hidup lo jadi punya pondasi yang kuat.
Selanjutnya,
lo harus mulai punya nilai pribadi yang lo pegang.
Mungkin
sekarang lo belum punya gambaran 100% tentang prinsip hidup apa yang mau lo
jalanin, itu wajar. Tapi coba deh mulai dari hal yang sederhana: hal-hal apa
aja sih yang jelas-jelas lo nggak suka?
Kalau lo
udah tahu, ya jauhin beneran. Misalnya, lo nggak suka sama gosip atau drama
nyinyir, berarti jangan nongkrong di lingkaran itu. Atau lo ngerasa lingkungan
lo penuh orang iri, toxic, saling ngejatuhin, ya udah, jauhin.
Gini aja,
lebih susah lo ngubah orang lain daripada lo pindah lingkungan. Jadi kalau ada
sesuatu yang nggak sesuai sama nilai lo, nggak usah lo paksain. Cari lingkungan
yang bikin lo lebih sehat, lebih damai.
Lingkungan
ini bisa macem-macem bentuknya: pertemanan, kampus, kantor, bahkan keluarga.
Kalau bisa menjauh, jauhin. Kalau nggak bisa, ya minimal lo pasang batas, biar
lo nggak ikut kebawa arus. Karena kalau lo terus-terusan hidup di lingkungan
yang nggak sesuai sama nilai lo, ujung-ujungnya lo yang stres, lo yang capek.
Makanya, penting
banget punya nilai pribadi. Itu jadi filter lo dalam hidup. Jadi patokan jelas, mana yang harus lo ikutin, mana yang harus lo jauhin.
Dan begitu lo mulai pegang itu, lo akan ngerasain hidup yang jauh lebih damai,
karena lo tahu: lo udah hidup sesuai prinsip lo sendiri.
Langkah terakhir:
tetapkan tujuan lo, dan tentuin gimana cara lo nyampe ke sana.
Kalau lo
mau pegang kendali atas hidup lo sendiri, lo harus tahu dulu lo tuh mau kemana.
Tanpa tujuan, lo kayak naik kendaraan tanpa arah, capek, tapi nggak sampai ke
mana-mana.
Tujuan itu
bisa macem-macem: soal karier, fashion, hubungan sosial, kesehatan, finansial,
atau hal-hal kecil yang bikin hidup lebih seru. Yang penting, lo sadar betul kenapa
lo mau tujuan itu.
Karena seringnya,
banyak orang ngejar tujuan yang sebenernya bukan miliknya. Mereka ngejar
sesuatu cuma karena itu ekspektasi orang lain, atau karena “semua orang di
sekitar gue juga gitu.” Misalnya nih, ada yang bilang, “Gue pengen menjadi youtuber.”
Begitu ditanya “kenapa?”, jawabannya cuma, “Ya… biar kayak orang lain aja.”
Nah, kalau lo nggak bisa jawab dengan jujur kenapa lo pengen itu,
kemungkinan besar itu bukan tujuan lo sendiri. Itu cuma tujuan orang lain yang
lo pinjem.
Dan masalahnya,
kalau lo ngejar tujuan yang bukan punya lo, meskipun tercapai, lo nggak akan
bener-bener bahagia. Karena hati lo tahu: itu bukan lo.
Makanya, self reliance penting di sini. Supaya lo bisa punya opini, nilai, dan ide
pribadi. Supaya tujuan yang lo tetapkan bener-bener milik lo, lahir dari dalam
diri lo, bukan sekadar ikut-ikutan.
Begitu lo tahu
apa tujuan lo, barulah lo bisa nentuin langkah-langkah buat nyampe ke sana. Dan
ketika lo jalanin itu, lo nggak lagi hidup di bawah bayangan orang lain. Lo hidup dengan arah lo sendiri.
Pada
akhirnya, self reliance itu bukan cuma soal bisa hidup mandiri. Tapi
soal berani percaya kalau diri lo sendiri udah cukup.
Lo udah belajar mulai dari hal-hal kecil: bikin keputusan
sederhana tanpa harus nanya ke orang lain. Lo belajar kenalin dan ngakuin
kelebihan lo sendiri. Lo mulai punya nilai pribadi yang jadi kompas hidup. Dan
lo berani tetapkan tujuan hidup yang bener-bener lahir dari dalam diri lo.
Semua itu nggak
harus sempurna. Nggak harus langsung besar. Yang penting, lo mulai. Karena
hidup lo nggak seharusnya dikendalikan ekspektasi orang lain. Hidup lo cuma punya satu pengemudi:
diri lo sendiri.
Jadi,
jangan tunggu validasi. Jangan
tunggu semua orang setuju. Jangan
tunggu dunia ngeyakinin lo. Percaya sama diri lo. Ambil alih kemudi itu. Dan
jalanin hidup dengan arah yang lo pilih sendiri.
Karena pada
akhirnya… lo cukup. Lo selalu cukup.
Comments
Post a Comment